I.
PENDAHULUAN
Dengan karunianya, Allah membekali
manusia dan hewan dengan berbagai emosi yang membuatnya mampu melangsungkan
kehidupannya. Misalnya, emosi takut mendorong kita untuk menghindar dari
berbagai bahaya yang mengancam. Emosi marah mendorong kita untuk mempertahankan
diri dan berjuang untuk menjaga kelangsungan hidup. Emosi cinta merupakan
landasan keterpautan hati antara dua jenis dan ketertarikan antara satu sama
lainnya, guna kelangsungan hidupnya.
Antara dorongan dan emosi terdapat
hibungan yang erat. Sebab, dorongan-dorongan biasanya dibarengi dengan keadaan
intuitif emosional. Ketika suatu dorongan menjadi intens dan terhalang untuk
bisa dipenuhi beberapa lama, biasanya ia dibarengi dengan ketegangan dalam
tubuh. Biasanya ia dibarengi oleh keadaan intuitif yang kacau. Sedangkan
pemenuhan dorongan biasanya dibarengi oleh intuitifyang ceria. Selain itu juga,
emosi mempengaruhi tingkah laku.[1]
Sesungguhnya tidak ada suatu tindakan
manusia yang tidak dikendalikan oleh emosinya. Karena itu mempelajari faktor
emosional dalam agama itu sangatlah penting. Pengaruh perasaan (emosi) terhadap
agama jauh lebih besar daripada rasio (logika). Banyak orang yang mengerti
agama dan agama itu dapat diterima oleh pikirannya, tetapi dalam pelaksanaannya
ia sangat lemah. Kadang-kadang tidak sanggup mengendalikannya.[2]
II.
RUMUSAN
MASALAH
A. Pengerian
emosi
B. Pentingnya
faktor emosional dalam agama
C.
Sarana- sarana
yang menimbulkan pengalaman emosional
D.
Kondisi
emosional
III.
PEMBAHASAN
A. Pengertian
emosi
Biasanya dorongan-dorongan untuk
kelakuan itu untuk tidak tetap dalam bentuknya yang asli itu, akan tetapi
menjadi berubah dan tersusun sehingga terjadilah apa yang dinamakan emosi.[3]emosi-emosi
itu terbentuk dari pengalaman yang berulang kali dengan obyek-obyek emosi itu
sendiri.
Dalam Al-Qur’an banyak terdapat
uraian yang teliti tentang berbagai emosi yang dirasakan manusia, seperti
ketakutan, marah, cinta, kegembiraan, kebencian, cemburu, dengki, penyesalan,
kehinaan dan sedih.
B. Pentingnya
faktor emosional dalam agama
Factor yang membantu pembentukan
sikap keagamaan adalah system pengalaman emosional yang dimiliki setiap orang
dalam kaitanya dengan agama mereka. Maka, emosi memegang peranan penting dalam
setiap tindak agama, karena tidak ada satu sikap atau tindak agama seseorang
yang dapat dipahami tanpa mengindahkan emosinya.
Berbicara tentang
pengalaman keagamaan maka yang kita maksut bisa berupa pengalaman yang secara
orisinal terjadi dalam kaitan bukan keagamaan tetapi cenderung mengakibatkan
perkembangan keyakinan keagamaan, atau suatu corak pengalaman yang timbul
sebagai bagian dari perilaku keagamaan yang mungkin memperkuat, memperkaya,
atau justru memodifikasi kepercayaan keagamaan yang sudah dianut sebelumnya.
Setiap
orang dapat menafsirkan kesadarannya dengan berbagai kegiatan, misalnya
menafsirkan kesadarannya secara teistik dan mengatakan, misalnya bahwa dia
telah “melakukan komunikasi dengan Tuhan”, meskipun pengalaman itu tidak
menutup kemungkinan untuk dijelaskan secara berbeda. Sejumlah orang akan
menolak penafsiran tersebut berdasarkan pengalaman yang kontradiktif, seperti:
1. Perasaan
orang bahwa dia melakukan kontak langsung dengan realitas-ealitas adikodrati
bisa juga terjadi menggunakan minuman-minuman tertentu yang memabukkan. Salah
sutu jenis minuman yang digunakan eksperimen oleh William James pada zaman kuno
adalah nitrous oxide (oksida nitrat).
Ia melaporkan pengalamannya dalam bukunya Varietes
of Religious Experience bahwa semua yang berlawanan dengan dunia nyata
tampak meleleh menjadi satu kesatuan. Dia cenderung berpendapat bahwa hal ini
bukan ilusi semsta-mata yang ditimbulkan oleh minuman yang memabukkan tersebut,
melainkan suatu pengalaman yang yang salah satu aspek realitasnya tersembunyi
di luarkesadaran kita sehari-hari.
2. James
juga melaporkan dalam pengalamannya J.A. Symonds dengan senyawa chloroform. Ini terjadi dalam suatu
operasi dan bukan sebagai bagian dari eksperimen psikologik. Symonds melukiskan
bagaimana, dalam pengaruh anesthesia jiwanya
yang menyinari saya.” Emudian dia melukiskan ketakutan yang ditimbulkan
kekecewaannya ketika secara berangsur-angsur dia terjaga dari anestesianya dan
kembali normal pada kesadarannya.
Mengrenai obat bius dapat
memberikan penglihatan kedalam realitas dengan melenyapkan beberapa penghalang
dibantah oleh Aldous Huxley dari beberapa pengalaman yang dia peroleh dengan
senyawa mescalin, obat bius yang dibuat
dari peyote (Laphophora wiliamsi)
yaitu tanaman kaktus tidak berduri yang terdapat di mexico.dalam lembaga
keagamaan, peyote itu dikulum selama
peribadatan berlangsung semalam suntuk setelah melakukan penyucian jasmani dan
ruhani. Hasil yang didapat konon mencakup tidak hanya pencerahan yang
mempesonakan, tetapi juga perolehan beberapa kebaikan abadi seperti kerendahan
hati, kesabaran dan rasa cinta kepada perilaku yang baik.
Mescalin
adalah
salah satu obat bius yang yang antara lain dapat menimbulkan perubahan kondidi
kesadaran dimana orang yang meminumnya measakan bahwa dia mempersepsi suatu
tatanan realitas yang baru. Sifat dari dampak yang ditimbulkannya jelas dapat
dijadikan kajian penelitian ksperimental dan penelit ian itu sudah dilakukan
oleh Dr. Pahnke.
C.
Sarana- sarana
yang menimbulkan pengalaman emosional
1.
Obat bius
Pengalaman- pengalaman emosional yang diakibatkan dari obat bius
terasa dapat memberikan penglihatan kedalam realitas yang mempunyai nilai
keagamaan, namun berbahaya bila suatu lembaga keagamaan mendorong pada anggotanya
untuk mengikuti jalan itu. Dan karena itu tak mengherankan bila gereja Amerika
asli tetap mempergunakan sarana ini untuk memperoleh pengalaman agama.
Konon mescalin tidak
menimbulkan ketagihan dan juga tidak memiliki akibat- akibat samping yang tidak
di inginkan. Namun demikian, orang yang dipakai sebagai percobaan dengan
mescalin bias terus mengembangkan pengalaman- pengalaman emosionalnya dengan
obat- obat bius yang lebih berbahaya dan menimbulkan ketagihan.
2.
Peribadatan-
peribadatan keagamaan
Peribadatan keagamaan juga dapat menimbulkan pengalaman- pengalaman
emosional pada para pelakunya meskipun hal ini bukan merupakan tujuan utamanya.
Tanpa adanya pengalaman emosional peribadatan- peribadatan itu akan terasa agak
kosong dan bersifat formal semata- mata. Apabila diamati dari luar maka orang
yang menyaksikan berbagai peribadat agama mungkin cenderung berkomentar bahwa
peribadatan itu tidak lebih dari pada upacara yang tidak memiliki makna apa-
apa. Penilaian itu barang kali iya melihat peribadatan agama dari aspek
external tanpa mengalami sendiri pengalaman emosional yang memberikan arti
penting pada para pelakunya. Misalnya, dalam upacara doa bersama atau pemberian
korban diduga keras ada kesadaran kuat akan kehadiran dan komunikasi dengan
tuhan. Pengalaman- pengalaman ini efektif untuk menghilangkan ketegangan dan
menumbuhkan perasaan damai dan kebahagiaan.
Terlepas dari masalah pengunaan obat- obat bius seperti peyote yang
terkadang dilakukan orang untuk menimbulkan pengalaman emosional, unsure-
unsure utama yang dapat menimbulkan pengalaman emosional selama peribadatan
keagamaan itu berlangsung tanpaknya adalah rangkaian upacaranya sendiri, music
yang dimainkan dan khutbah emosional yang disampaikan disitu.
Peribadat yang khidmat, bauk- bauan yang harum dari ramuan tertentu
yang dibakar, berbagai jubah keupacaraan, dan banyaknya lilin yang dinyalakan
pada Misa di gereja Katholik Romawi atau gereja Timur semuanya dapat menimbulkan
atau mengintensifkan perasaan- perasaan khidmat pada para peserta peribadatan
itu. Beberapa gerakan seperti seperti berdiri atau berlutut dalam doa (atau
salat dalam islam) tidak hanya bias berlambangkan sikap- sikap hormat dan
tunduk; tetapi juga dapat menimbulkan berbagai emosional yang sesuai dengan
sikap- sikap ini.
Music juga merupakan sarana untuk menimbulkan pengalaman emosional
pada para pelaku peribadatan. Pada beberapa lembaga keagamaan, himne- himne
pendek yang bercorak sangat emosional diulang- ulang dengan dampak semi-
hipnotik dan dengan tuntutan kuat untuk mendapatkan tanggapan- tanggapan
emosional. Akan tetapi sarana besar untuk menimbulkan emosi itu adalah bahasa
manusia, terutama dipergunakan dalam lembaga- lembaga itu sendiri yang
meninggalkan penciptaan emosi melalui upacara- upacara yang bersifat visual.
Pernyataan lisan dalam khutbah atau pidato keagamaan bias dimaksudkan untuk
memberikan informasi atau membimbing para pendengernya menuju kepada
serangkaian perbuatan yang diinginkan. Namun ia bias juga ditunjukan untuk
menimbulkan sejenis emosi, baik untuk tujuan itu semata-mata, yang dalam hal
ini tanggapan emosional pendengarnya merupakan salah satu ukuran tentang sejauh
mana khutbah itu telah mencapai sasaran, dimana ia digunakan sebagai alat untuk
menimbulkan krisis konversi (perganian) agama.
D.
Kondisi
emosional
Kondisi emosional seperti rasa takut,
kemarahan atau senang adalh kondisi organism yang memiliki aspek-aspek mental
dan jasmani, terdapat nada kesadaran atau perasaan yang berbeda, yang mungkin
menyenangkan atau menyedihkan. Pada sisi jasmaninya tedapat peristiwa-peristiwa
fisiologik yang berkaitan dengan kegiatan system saraf yang sejak semula
bekerja secara otonom. Perubahan-perubahan semacam itu adalah kecerahan,
kepucatan, detak jantung yang semakin cepat dan sebagainya. Peristiwa tersebut
bis dikatakan sebagai persiapan tubuh untuk menghadapi sejumlah kegiatan,
seperti serangan atau menghindarkan diri pada serangan.
Fungsi emosi secara biologic adalah
memulai perbuatan. Ada kemungkinan bahwa ditimbulkannya emosi dengan khutbah
emosionalatau cara lain dalam peribadatan keagamaan dapat menjurus pada
anggapan bahwa kondisi emosional yang timbul itu merupakan tujuan dan tidak
lagi merupakan rangsangan untuk berbuat.
Pemisahan emosi dari segi hasilnya dalam bentuk perbuatan maka akan menimbulkan
sentimentalisme.
Sentimentalisme merupakan akibat yang
mungkin terjadi dalan kehidupan keagamaan apabila emosinya itu sendiri
disenangi dan tidak berfungsi sebagai pendorong untuk melakukan sesuatu.
Padahal akibat penting dari kesadaran beragama adalah dorongan untuk taatkepada
ajaran yang dipeluknya dan berperilaku yang baik dengan sesame manusia. Nilai
emosi keagamaan itu harus berhasil atau tidaknya dalam membantu tercapainya
tujuan ini.
IV.
KESIMPULAN
Emosi dorongan-dorongan untuk kelakuan itu untuk tidak tetap
dalam bentuknya yang asli itu, akan tetapi menjadi berubah dan tersusun.
Sehingga emosi memegang peranan penting dalam
setiap tindak agama, karena tidak ada satu sikap atau tindak agama seseorang
yang dapat dipahami tanpa mengindahkan emosinya. Setiap orang
dapat menafsirkan kesadarannya dengan berbagai kegiatan, misalnya menafsirkan
kesadarannya secara teistik dan mengatakan, misalnya bahwa dia telah “melakukan
komunikasi dengan Tuhan”
Adapun
sarana-sarana untuk menimbulkan pengalaman emosional itu bisa dilakukan dengan
menggunakan obat bius separti mescalin. Selain
itu juga dapat diperoleh melalui peribadatan-peribadatan keagamaan, karena
didalamnya terdapat banyak kegiatan emosional. Kondisi emosional yang didapat
tersebut sangat berpengaruh dalam beragama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar