Senin, 14 Mei 2012

FAKTOR EMOSIONAL DALAM AGAMA



 
I.            PENDAHULUAN
         Dengan karunianya, Allah membekali manusia dan hewan dengan berbagai emosi yang membuatnya mampu melangsungkan kehidupannya. Misalnya, emosi takut mendorong kita untuk menghindar dari berbagai bahaya yang mengancam. Emosi marah mendorong kita untuk mempertahankan diri dan berjuang untuk menjaga kelangsungan hidup. Emosi cinta merupakan landasan keterpautan hati antara dua jenis dan ketertarikan antara satu sama lainnya, guna kelangsungan hidupnya.
         Antara dorongan dan emosi terdapat hibungan yang erat. Sebab, dorongan-dorongan biasanya dibarengi dengan keadaan intuitif emosional. Ketika suatu dorongan menjadi intens dan terhalang untuk bisa dipenuhi beberapa lama, biasanya ia dibarengi dengan ketegangan dalam tubuh. Biasanya ia dibarengi oleh keadaan intuitif yang kacau. Sedangkan pemenuhan dorongan biasanya dibarengi oleh intuitifyang ceria. Selain itu juga, emosi mempengaruhi tingkah laku.[1]
         Sesungguhnya tidak ada suatu tindakan manusia yang tidak dikendalikan oleh emosinya. Karena itu mempelajari faktor emosional dalam agama itu sangatlah penting. Pengaruh perasaan (emosi) terhadap agama jauh lebih besar daripada rasio (logika). Banyak orang yang mengerti agama dan agama itu dapat diterima oleh pikirannya, tetapi dalam pelaksanaannya ia sangat lemah. Kadang-kadang tidak sanggup mengendalikannya.[2]      
     

II.            RUMUSAN MASALAH

A.    Pengerian emosi
B.     Pentingnya faktor emosional dalam agama
C.     Sarana- sarana yang menimbulkan pengalaman emosional
D.    Kondisi emosional



III.            PEMBAHASAN
A.    Pengertian emosi
            Biasanya dorongan-dorongan untuk kelakuan itu untuk tidak tetap dalam bentuknya yang asli itu, akan tetapi menjadi berubah dan tersusun sehingga terjadilah apa yang dinamakan emosi.[3]emosi-emosi itu terbentuk dari pengalaman yang berulang kali dengan obyek-obyek emosi itu sendiri.
            Dalam Al-Qur’an banyak terdapat uraian yang teliti tentang berbagai emosi yang dirasakan manusia, seperti ketakutan, marah, cinta, kegembiraan, kebencian, cemburu, dengki, penyesalan, kehinaan dan sedih.

B.     Pentingnya faktor emosional dalam agama
Factor yang membantu pembentukan sikap keagamaan adalah system pengalaman emosional yang dimiliki setiap orang dalam kaitanya dengan agama mereka. Maka, emosi memegang peranan penting dalam setiap tindak agama, karena tidak ada satu sikap atau tindak agama seseorang yang dapat dipahami tanpa mengindahkan emosinya.

            Berbicara tentang pengalaman keagamaan maka yang kita maksut bisa berupa pengalaman yang secara orisinal terjadi dalam kaitan bukan keagamaan tetapi cenderung mengakibatkan perkembangan keyakinan keagamaan, atau suatu corak pengalaman yang timbul sebagai bagian dari perilaku keagamaan yang mungkin memperkuat, memperkaya, atau justru memodifikasi kepercayaan keagamaan yang sudah dianut sebelumnya.

                  Setiap orang dapat menafsirkan kesadarannya dengan berbagai kegiatan, misalnya menafsirkan kesadarannya secara teistik dan mengatakan, misalnya bahwa dia telah “melakukan komunikasi dengan Tuhan”, meskipun pengalaman itu tidak menutup kemungkinan untuk dijelaskan secara berbeda. Sejumlah orang akan menolak penafsiran tersebut berdasarkan pengalaman yang kontradiktif, seperti:
1.      Perasaan orang bahwa dia melakukan kontak langsung dengan realitas-ealitas adikodrati bisa juga terjadi menggunakan minuman-minuman tertentu yang memabukkan. Salah sutu jenis minuman yang digunakan eksperimen oleh William James pada zaman kuno adalah nitrous oxide (oksida nitrat). Ia melaporkan pengalamannya dalam bukunya Varietes of Religious Experience bahwa semua yang berlawanan dengan dunia nyata tampak meleleh menjadi satu kesatuan. Dia cenderung berpendapat bahwa hal ini bukan ilusi semsta-mata yang ditimbulkan oleh minuman yang memabukkan tersebut, melainkan suatu pengalaman yang yang salah satu aspek realitasnya tersembunyi di luarkesadaran kita sehari-hari.
2.      James juga melaporkan dalam pengalamannya J.A. Symonds dengan senyawa chloroform. Ini terjadi dalam suatu operasi dan bukan sebagai bagian dari eksperimen psikologik. Symonds melukiskan bagaimana, dalam pengaruh anesthesia jiwanya  yang menyinari saya.” Emudian dia melukiskan ketakutan yang ditimbulkan kekecewaannya ketika secara berangsur-angsur dia terjaga dari anestesianya dan kembali normal pada kesadarannya.
Mengrenai obat bius dapat memberikan penglihatan kedalam realitas dengan melenyapkan beberapa penghalang dibantah oleh Aldous Huxley dari beberapa pengalaman yang dia peroleh dengan senyawa mescalin, obat bius yang dibuat dari peyote (Laphophora wiliamsi) yaitu tanaman kaktus tidak berduri yang terdapat di mexico.dalam lembaga keagamaan, peyote itu dikulum selama peribadatan berlangsung semalam suntuk setelah melakukan penyucian jasmani dan ruhani. Hasil yang didapat konon mencakup tidak hanya pencerahan yang mempesonakan, tetapi juga perolehan beberapa kebaikan abadi seperti kerendahan hati, kesabaran dan rasa cinta kepada perilaku yang baik.
Mescalin adalah salah satu obat bius yang yang antara lain dapat menimbulkan perubahan kondidi kesadaran dimana orang yang meminumnya measakan bahwa dia mempersepsi suatu tatanan realitas yang baru. Sifat dari dampak yang ditimbulkannya jelas dapat dijadikan kajian penelitian ksperimental dan penelit ian itu sudah dilakukan oleh Dr. Pahnke.


C.           Sarana- sarana yang menimbulkan pengalaman emosional
1.      Obat bius
Pengalaman- pengalaman emosional yang diakibatkan dari obat bius terasa dapat memberikan penglihatan kedalam realitas yang mempunyai nilai keagamaan, namun berbahaya bila suatu lembaga keagamaan mendorong pada anggotanya untuk mengikuti jalan itu. Dan karena itu tak mengherankan bila gereja Amerika asli tetap mempergunakan sarana ini untuk memperoleh pengalaman agama.

Konon mescalin tidak menimbulkan ketagihan dan juga tidak memiliki akibat- akibat samping yang tidak di inginkan. Namun demikian, orang yang dipakai sebagai percobaan dengan mescalin bias terus mengembangkan pengalaman- pengalaman emosionalnya dengan obat- obat bius yang lebih berbahaya dan menimbulkan ketagihan.
2.      Peribadatan- peribadatan keagamaan
Peribadatan keagamaan juga dapat menimbulkan pengalaman- pengalaman emosional pada para pelakunya meskipun hal ini bukan merupakan tujuan utamanya. Tanpa adanya pengalaman emosional peribadatan- peribadatan itu akan terasa agak kosong dan bersifat formal semata- mata. Apabila diamati dari luar maka orang yang menyaksikan berbagai peribadat agama mungkin cenderung berkomentar bahwa peribadatan itu tidak lebih dari pada upacara yang tidak memiliki makna apa- apa. Penilaian itu barang kali iya melihat peribadatan agama dari aspek external tanpa mengalami sendiri pengalaman emosional yang memberikan arti penting pada para pelakunya. Misalnya, dalam upacara doa bersama atau pemberian korban diduga keras ada kesadaran kuat akan kehadiran dan komunikasi dengan tuhan. Pengalaman- pengalaman ini efektif untuk menghilangkan ketegangan dan menumbuhkan perasaan damai dan kebahagiaan.

Terlepas dari masalah pengunaan obat- obat bius seperti peyote yang terkadang dilakukan orang untuk menimbulkan pengalaman emosional, unsure- unsure utama yang dapat menimbulkan pengalaman emosional selama peribadatan keagamaan itu berlangsung tanpaknya adalah rangkaian upacaranya sendiri, music yang dimainkan dan khutbah emosional yang disampaikan disitu.

Peribadat yang khidmat, bauk- bauan yang harum dari ramuan tertentu yang dibakar, berbagai jubah keupacaraan, dan banyaknya lilin yang dinyalakan pada Misa di gereja Katholik Romawi atau gereja Timur semuanya dapat menimbulkan atau mengintensifkan perasaan- perasaan khidmat pada para peserta peribadatan itu. Beberapa gerakan seperti seperti berdiri atau berlutut dalam doa (atau salat dalam islam) tidak hanya bias berlambangkan sikap- sikap hormat dan tunduk; tetapi juga dapat menimbulkan berbagai emosional yang sesuai dengan sikap- sikap ini.


Music juga merupakan sarana untuk menimbulkan pengalaman emosional pada para pelaku peribadatan. Pada beberapa lembaga keagamaan, himne- himne pendek yang bercorak sangat emosional diulang- ulang dengan dampak semi- hipnotik dan dengan tuntutan kuat untuk mendapatkan tanggapan- tanggapan emosional. Akan tetapi sarana besar untuk menimbulkan emosi itu adalah bahasa manusia, terutama dipergunakan dalam lembaga- lembaga itu sendiri yang meninggalkan penciptaan emosi melalui upacara- upacara yang bersifat visual. Pernyataan lisan dalam khutbah atau pidato keagamaan bias dimaksudkan untuk memberikan informasi atau membimbing para pendengernya menuju kepada serangkaian perbuatan yang diinginkan. Namun ia bias juga ditunjukan untuk menimbulkan sejenis emosi, baik untuk tujuan itu semata-mata, yang dalam hal ini tanggapan emosional pendengarnya merupakan salah satu ukuran tentang sejauh mana khutbah itu telah mencapai sasaran, dimana ia digunakan sebagai alat untuk menimbulkan krisis konversi (perganian) agama.

D.    Kondisi emosional
      Kondisi emosional seperti rasa takut, kemarahan atau senang adalh kondisi organism yang memiliki aspek-aspek mental dan jasmani, terdapat nada kesadaran atau perasaan yang berbeda, yang mungkin menyenangkan atau menyedihkan. Pada sisi jasmaninya tedapat peristiwa-peristiwa fisiologik yang berkaitan dengan kegiatan system saraf yang sejak semula bekerja secara otonom. Perubahan-perubahan semacam itu adalah kecerahan, kepucatan, detak jantung yang semakin cepat dan sebagainya. Peristiwa tersebut bis dikatakan sebagai persiapan tubuh untuk menghadapi sejumlah kegiatan, seperti serangan atau menghindarkan diri pada serangan.
      Fungsi emosi secara biologic adalah memulai perbuatan. Ada kemungkinan bahwa ditimbulkannya emosi dengan khutbah emosionalatau cara lain dalam peribadatan keagamaan dapat menjurus pada anggapan bahwa kondisi emosional yang timbul itu merupakan tujuan dan tidak lagi merupakan  rangsangan untuk berbuat. Pemisahan emosi dari segi hasilnya dalam bentuk perbuatan maka akan menimbulkan sentimentalisme.
      Sentimentalisme merupakan akibat yang mungkin terjadi dalan kehidupan keagamaan apabila emosinya itu sendiri disenangi dan tidak berfungsi sebagai pendorong untuk melakukan sesuatu. Padahal akibat penting dari kesadaran beragama adalah dorongan untuk taatkepada ajaran yang dipeluknya dan berperilaku yang baik dengan sesame manusia. Nilai emosi keagamaan itu harus berhasil atau tidaknya dalam membantu tercapainya tujuan ini.

IV.            KESIMPULAN
      Emosi dorongan-dorongan untuk kelakuan itu untuk tidak tetap dalam bentuknya yang asli itu, akan tetapi menjadi berubah dan tersusun. Sehingga emosi memegang peranan penting dalam setiap tindak agama, karena tidak ada satu sikap atau tindak agama seseorang yang dapat dipahami tanpa mengindahkan emosinya. Setiap orang dapat menafsirkan kesadarannya dengan berbagai kegiatan, misalnya menafsirkan kesadarannya secara teistik dan mengatakan, misalnya bahwa dia telah “melakukan komunikasi dengan Tuhan”
      Adapun sarana-sarana untuk menimbulkan pengalaman emosional itu bisa dilakukan dengan menggunakan obat bius separti mescalin. Selain itu juga dapat diperoleh melalui peribadatan-peribadatan keagamaan, karena didalamnya terdapat banyak kegiatan emosional. Kondisi emosional yang didapat tersebut sangat berpengaruh dalam beragama.


[1] M. Utsman Najati, AL-Qur’an dan Ilmu Jiwa, Bandung: Pustaka, 1985, hal. 66
[2] Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta: Bulan Bintang, 2005, hal. 94
[3] Abdul Aziz El-Qussy, pokok-pokok kesehatan jiwa/mental, Jakarta: Bulan Bintang, 1974, hal. 130

Tidak ada komentar:

Posting Komentar